Lagos, 25 Oktober 2012, 9:15 pm.
Seharusnya hari ini saya pulang lebih awal untuk menyambut Idul Adha. Tapi sayang, saya masih diganggu oleh pekerjaan di bulan-bulan sibuk ini. Apalagi tadi sore sebelum pulang, ada jadwal meeting dadakan yang harus dihadiri besok. Ah, bagaimana bisa meeting di hari libur saya! Membuat rasa malas saya menumpuk merayakan Idul Adha kali ini.
***
Sampai di flat pukul 6.35pm tidak serta merta membuat saya santai. Saya bergegas menaruh tas kulit kerbau super berat di meja makan kemudian menuju kamar mandi mengambil air wudhu. Maghrib sudah lewat sepuluh menit.
Selepas sholat saya berpikir mau masak apa malam ini. Pikiran saya bercabang harus mendahulukan yang mana, antara mensortir target harian yang tercapai hari ini dan target esok yang saya tulis di sketchbook atau memasak menu untuk besok. Ya, besok sudah hari raya Idul Adha. Flatmate saya, mas Andhi baru tiba di Jakarta. Ia beruntung tahun ini bisa liburan pas dengan momen Idul Adha dan ini artinya saya disini harus merayakannya sendiri. Meskipun ada flatmate saya, mas Manito namun ia tinggal di flat bawah dan memilih menghabiskan waktunya sendiri. Masih sama dengan lagu yang selalu saya dengarkan di momen lebaran, ‘Selamat lebaran’ yang berisi takbir, malam ini paling tidak saya masih merasa terhibur dengan takbir yang rancak meskipun dari komputer tablet. Sungguh, sebenarnya anda beruntung jika masih bisa mendengarkan magisnya gema takbir langsung dari masjid.
Saya bergegas ke dapur dengan pikiran yang masih setengah bingung. Mau diapakan dua potong paha ayam yang terbeli seharga N780. Saya memutuskan untuk memasak paha ayam dengan bumbu instan yang saya bawa dari Indonesia. Entah bagaimana malam ini gairah yang saya bangun untuk memasak menu lebaran kemudian hangus. Bahkan untuk sekedar mengupas garlic, onion, pepper dan teman-temannya. Seharusnya saya mengolah puding coklat dan sate kambing seperti rencana semula karena paling tidak masih ada yang bisa dinikmati.
Sketchbook dengan catatan harian kembali saya buka sambil mengingat apa saja yang harus disiapkan untuk meeting sialan besok sore. Perut saya lapar. Ayam yang masih mandi didalam air mendidih dengan bumbunya masih belum bisa disantap karena saya masih harus memanggangnya sebelum siap dihidangkan. Saya pikir akan menyantapnya besok saja untuk menu Idul Adha.
Sepiring Indomie dengan nasi dan daging berbumbu sisa kemarin menjadi menu makan malam saya, ah kali ini saya terjebak oleh Indomie karena rasa malas.



***
Lagos, 26 Oktober 2012. 5:45 pm.
Subuh sudah lewat dua puluh menitan.Tak lama setelah sholat subuh saya menuju meja makan. Masih melihat laptop, sketchbook dan kertas-kertas sketsa di atas meja membuat saya memalingkan pandangan sembari berpikir, “sebentar, apa yang salah dengan pagi ini?” Bukankah ini hari raya, biarkan saya menikmati momen ini dulu. Kenapa mesti berpikir pekerjaan terus”. Saya bergegas kembali ke dapur untuk memanggang ayam kemarin. Oven dengan api bawah sudah saya nyalakan dan membiarkan mereka kepanasan didalam sana.
Sebenarnya tak afdol jika belum makan daging kambing di Idul Adha kali ini, namun hmmm kenapa momen ini terjadi di minggu akhir bulan disaat duit saya menipis. Di Lagos harga daging kambing yang memang tinggi membuat saya memilih ayam sebagai pengganti hidangan Idul Adha kali ini. Beruntungnya saya masih bisa membeli sepotong cheese cake dan choco peanut cake untuk cemilan. Tak ada nastar, tak ada putri salju. Cukup wafer Loacker dan es krim Haagen-Dazs. Tak terlalu buruk bukan?
Tapi tidak, pagi ini belum juga bersahabat karena hujan. Ya, hujan membuat saya mengurungkan niat keluar rumah untuk sholat Ied. Pukul sembilan hujan agak mereda meski gerimis belum berhenti jatuh. Niat sholat Ied saya urungkan karena setau saya muslim di Lagos menyelanggaran sholat di lapangan dan tak pernah di masjid. Yah, saya harus ikhlas Idul Adha terasa seperti hari biasa yang lewat begitu saja. Sial! Kenapa pula hujan datang pagi ini.






Saya berharap bisa menikmati lebaran-lebaran lainnya tahun depan dengan lebih berkesan!