Lebaran di Negeri Orang (lagi)

Selamat Lebaran!

Dulu, selepas subuh bapak selalu sibuk menyiapkan pakaian yang akan dipakai untuk ke masjid. Ibu sibuk menyeduh opor ayam, dan kakak memotong puding sama rata untuk kemudian dihantar ke tetangga. Rumah yang kecil selalu riuh. Suara takbir dari radio tua semakin menyemarakkan suasana pagi seperti tahun-tahun biasanya. Suasana itu kembali tidak saya rasakan dua kali. Tahun lalu saya melewati Idul Fitri di Abuja, ibukota Nigeria. Kota yang jauh lebih tenang dari Lagos.

***

Pagi ini saya bangun lebih awal. Selepas subuh mulai menyiapkan baju yang akan dikenakan untuk sholat Ied. Berusaha melakukan hal yang sama seperti apa yang Bapak saya lakukan. Keceriaan lebaran memang pantas dibangun pagi hari sesaat sebelum ke masjid. Sialnya tahun ini saya tidak menemukan baju koko. Sepertinya baju itu tertinggal di Indonesia. Entah saya ingin mengenakan baju baru pagi ini. Kemeja coklat susu lengan panjang dan celana panjang warna camel untuk bawahan. Saya tak memilih sarung seperti yang saya kenakan saat Idul Adha tahun lalu. Sekedar mengingat apa yang saya kenakan saat itu, baju koko putih tulang dipadu dengan sarung merah hati. Tak dinyana apa yang saya kenakan menjadi perhatian banyak orang. Saya baru tahu ternyata disini mereka tidak mengerti sarung, dan jika adapun sarung dipakai oleh wanita. Bukan pria. Pantaslah, saat itu hampir semua mata tertuju pada sarung saya. Tak hanya muslim Afrika, muslim dari negara Arab semacam Iran pun melihat pakaian yang saya kenakan.

Pukul delapan kami bertiga berangkat menuju lapangan tempat kami sholat Ied saat Idul Adha. Sebuah police camp yang memiliki beberapa lapangan yang amat luas. Kali ini kami tak ingin mengambil resiko terlewat momen sholat Ied. Tahun lalu saya kurang beruntung, terlambat datang ke masjid akbar Abuja. Tahun pertama saya tidak merayakan lebaran di Lagos, melainkan di ibukota Abuja. Saat itu saya dan mas Andhi tak menyangka sholat Ied dimulai lebih awal dari biasanya. Kita tersadar saat melihat lautan manusia semburat ke arah berlawanan. Ah! Sedih rasanya. Melewati lebaran pertama di negeri orang dan tidak bisa sholat Ied. Pagi itu hujan rintik-rintik menambah kesedihan saya merayakan lebaran tanpa keluarga.

Namun, alhamdulillah kesedihan tahun lalu terbayarkan tahun ini. Sholat Ied disini dimulai amat siang, tidak seperti di Indonesia yang biasanya dimulai pukul enam – setengah tujuh pagi, disini, sholat Ied dimulai pukul sepuluh pagi. Untung cuaca bersahabat. Tak terik seperti biasa. Mendung dan teduh. Takbiran dikumandangkan sebelum sholat dimulai meski nadanya berbeda. Nada takbir surau-surau di Indonesia jauh lebih indah. Tahun ini sholat Ied nya amat meriah. Jauh lebih ramai dari sholat Ied saat Idul Adha. Saya cukup tersentuh dengan apa yang saya lihat disini, berbagai macam rupa, warna kulit, strata, semuanya menyatu di satu tempat untuk merayakan hari yang kita sebut puncak kemenangan. Sebuah selebrasi tahunan yang menyentuh. Saya mengamati beberapa anak kecil semangat datang bersama orang tua mereka masing-masing. Sungguh berwarna.

Suasana sholat Ied di Police Camp.
Anak afrika mengenakan peci saat sholat Ied.
Orang Afrika menyukai pakaian vibrant! :)
Mas Andhi dan mas Manito berfoto dengan Muhammad, security perusahaan, selepas sholat Ied.

Setelah sholat Ied selesai kami langsung menuju rumah. Pikiran kami hanya makan! Ya, makan. Opor ayam yang sudah kami masak sejak tadi malam siap disantap. Apalagi dua keik yang kita beli kemarin. Buah untuk dessert pun ada. Ah! Makan makan dan makan! Tradisi ini hampir sama seperti apa yang biasa saya lalui setiap lebaran dirumah. Mulai memakan opor setelah selesain sholat, bedanya tahun ini saya tak menyertakan puasa sunnah sebelum sholat Ied.
Opor ayam kali ini lebih terasa nikmat dibanding tadi malam, mungkin karena bumbunya sudah kawin dengan ayam dan santannya. Menikmatinya dengan sambal terasi dan serundeng benar-benar mengingatkan akan masakan Ibu yang super maknyus. Sungguh paduan yang sempurna meskipun basicly saya tak terlalu suka makan makanan bersantan. Setelah opor selesai saatnya menyerbu dua jenis cakes, cheese cake dan triple chocolate cakes. Dua keik itu benar-benar memanjakan lidah bagi penggemar dessert seperti saya. Cheese cake medium yang kami beli seharga N3300 atau sekitar 198 ribu rupiah (1 naira = 60 rupiah) rasanya tak terlalu eneg. Tak seperti cheese cake biasa yang kadang terlalu creamy. Untuk keik coklat lapis tiga sama, rasanya seimbang. Tak terlalu memuakkan seperti keik coklat biasa. Yang ini kami beli seharga N2200 atau sekitar 132 ribu rupiah untuk ukuran 30 x 20 cm. Mereka tidak cukup murah tapi worth untuk disantap di hari raya. Lagipula mereka berdua sesuai selera saya, keik yang tak terlalu manis untuk ukuran dessert. Perfect!.
Apakah kami berhenti sampai di keik? No! Kami melanjutkannya dengan mint ice cream limited edition dari Walls produksi Perancis. Es krim yang kami beli seharga N2000 cukup mahal untuk ukuran satu setengah liter. Namun kembali lagi, ini lebaran! ;) no worries for three of us. Coklat menjadi pelengkap lebaran sebagai camilan yang mantap. Sepanjang hari ini kami bertiga hanya ingin menikmati rumah dan terus makan! :) Benar-benar menikmati hari libur yang terbatas dengan makan.

Opor ayam untuk lebaran tahun ini! Yaiy! Yummy!
Triple choco cake!
Tiga lapis coklat yang yummy!
Cheese cake :)
Cheese cake, anyone :) ?
Mint ice cream dari Walls.
Limited edition! Heavenly!
Dessert, jelly dan buah! Segar!
Coklat! Camilan andalan :)
Sup sayur, empal dan telur asin untuk makan malam :)

Karena kami tak memasak opor dalam porsi besar, sore ini saya memasak menu paling mudah untuk makan malam dari bahan makanan yang masih ada di lemari es. Dan saya memilih sup sayur disantap dengan empal sapi yang saya masak basah, tanpa digoreng, dan…..telur asin! Ya, telur asin yang saya bawa hanya sepuluh biji. Makan malam yang lengkap! :) Sungguh bersyukur bisa menikmati makanan yang kami olah dari kekayaan kuliner Indonesia untuk lebaran tahun ini! Alhamdulillah.
Tahun lalu tidak ada perayaan karena saya dan mas Andhi berada di Abuja untuk menyelesaikan pekerjaan interior rumah pribadi menteri penerbangan Nigeria. Tahun ini saya, mas Andhi dan mas Manito sepakat merayakan lebaran lebih meriah meskipun tak ada tradisi ‘unjung-unjung’ ke tetangga. Bagaimana ‘unjung-unjung’ jika tetangga satu flat kami tidak ada yang muslim. Tapi tak apalah, menikmati lebaran di rumah juga tidak kalah asik. Terlebih saat kami meminta maaf pada keluarga melalui telepon kami masing-masing. Itu momen sederhana yang cukup menyentuh. Meminta maaf pada orang tua meskipun tanpa tradisi sungkeman. Dan saya belajar banyak saat harus hidup jauh dari keluarga. Salah satunya bisa lebih terbuka mengungkapkan rasa sayang terhadap keluarga yang dulu acap kali hanya disimpan sendiri.
Saya bersyukur dan menganggap itu sebuah hikmah pendewasaan diri.

Lebaran oh lebaran. Momen indah yang dirayakan setiap tahun oleh umat muslim diseluruh dunia. Kita bersama merayakan dengan cara dan keunikan masing-masing. Mungkin ada beberapa orang yang tak seberapa antusias menyambut lebaran, apapun alasan yang melatar belakanginya, namun, lebaran tetaplah lebaran. Momen dimana kita sebagai manusia sudah seharusnya mensyukuri seluruh nikmat alam yang kita dapatkan sepanjang tahun. Tuhan benar-benar Maha Baik.

Happy Eid Mubarrak for all over moslems around the world! 
Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar, Laila Haillallahuallahuakbar, Allahuakbar Walillailham! :)