Kamera

KameraImpian

Belakangan ini saya kembali labil dari kelabilan kecil yang sudah berhasil saya redam sedikit demi sedikit. Kelabilan akan keinginan memiliki sebuah benda idaman, benda yang bisa membekukan waktu beberapa detik, mengubahnya menjadi sebuah momen, kemudian berakhir menjadi sebuah kenangan. Benda idaman itu sebuah kamera profesional.

Well, kenapa saya labil pada sebuah kamera? Bagi saya, kamera itu salah satu alat cerdas yang bisa diandalkan untuk menghasilkan banyak kenangan yang kadang memori kita seringkali lupa. Lupa karena tertumpuk kenangan-kenangan baru. Benda yang mungkin wajib dimiliki siapa saja selagi hidup.

Ijinkan saya mengingat sedikit tentang kamera pertama pemberian kakak saya. Sebuah kamera Sony mungil yang ia beli untuk membantu meringankan tugas kuliah adik bungsunya ini. Enam tahun yang lalu, kamera itu membuat saya takjub karena mampu menghasilkan foto-foto yang jauh lebih jernih dari Nokia 7610 yang saya punya. Saat kuliah pun, saya memiliki kamera SLR manual yang entah bagaimana keadaannya sekarang. Kamera yang berhasil saya punya dari hasil mengemis pada orang tua. Kamera yang membutuhkan setidaknya tiga rol film untuk menghasilkan jepretan tugas fotografi yang naasnya, jepretan saya banyak yang meleset alias terbakar. Entah kenapa dulu saya benar-benar bodoh di kelas fotografi.

Dari Sony mungil itu kemudian saya beralih ke Sony mirrorless yang ringan namun mampu menghasilkan gambar setara DSLR. Kamera hitam perak inilah yang bertugas merekam beberapa kenangan di blog ini. Setahun yang lalu, ada rasa bangga tersemat saat pertama kali memegangnya. Ia kamera kelas menengah yang saya beli dari hasil keringat sendiri. Sejauh ini saya puas dengan kemampuannya. Namun seiring waktu, semakin kesini, saya menyadari bahwa saya seperti tipikal manusia pada umumnya, tak akan pernah puas dan selalu ada hasrat ingin naik kelas.

Sahabat saya selalu memberikan jawaban yang sama kala saya mengutarakan kamera impian. Katanya saya bukan ‘butuh’ kamera impian melainkan ‘nafsu’. Well, mungkin ada benarnya meski saya kira ia salah. Benar karena harga kamera yang saya impikan itu selangit. Salah karena saya benar-benar menginginkan kamera itu untuk mengasah lagi kemampuan fotografi yang masih sangat awam. Sekarang benar-benar terdengar nafsu ya?. Bukan begitu juga sih, seperti yang saya tulis di paragraf sebelum ini, saya juga manusia biasa yang ingin naik kelas. Hasrat kenaikan kelas ini sering menggebu sendiri apalagi saat saya mengunjungi blog-blog dengan konten fotografi yang ciamik. Sungguh kenaikan kelas ini (baca : kemampuan fotografi) yang ingin saya tempuh dengan mimpi memiliki alat yang lebih profesional.

Sejak dulu saya mengagumi bagaimana kamera bekerja. Bagaimana ajaibnya ia menghasllkan gambar yang bisa dihargai sebagai sebuah kenangan. Seperti yang anda lihat, banyak makanan-makanan atau momen atau apalah yang berhasil saya abadikan yang kadang membuat saya tersenyum sendiri saat menelusuri kembali kontennya. Saya kemudian merasakan sedikit demi sedikit blog ini is moving. Ada proses yang memacu saya untuk membuat konten yang semakin deliberate, entah itu konten makanan, perjalanan, fotografi atau konten personal seperti ini. Sesekali ada perasaan kurang jika saya memposting konten tanpa mencantumkan sebuah foto yang mewakili core value-nya. Sadar tidak, konten di blog ini sedikit sekali yang tidak mencantumkan sebuah foto?. Nah itu dia, saya merasa foto jauh lebih mudah menyampaikan isi sebuah tulisan, kalau kata orang a picture speaks louder than words, saya amini.

Rasa-rasanya saya masih saja bermimpi memiliki kamera impian dalam waktu dekat. Namun saya lebih memilih untuk meredamnya kembali demi sebuah niatan akan hal besar yang lebih baik. Apa itu? Biar saya simpan sendiri :).

Baiklah, rupanya saya masih harus bekerja lebih keras lagi. Lebih disiplin mengatur pengeluaran, straight forward demi kamera impian. Mungkin saya harus mengenal lebih seluk beluk mirrorless dan kamera super easy dari iPhone kala menunggu kamera impian ada di tangan. Saya bersyukur memiliki keduanya,  namun kamera profesional masih memiliki tempat di daftar things-MUST-have saya.

Ah, dasar manusia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.