Semangkuk Pineberry untuk Dhani.

Saya teringat Dhani, seorang teman asal Aceh yang saya kenal dua tahun lalu saat masih bekerja di perusahaan perhiasan di Surabaya. Dhani seorang yang amat lurus, mungkin salah satu teman yang paling taat beragama yang pernah saya punya.

Dhani seorang perantau yang pernah hidup dan belajar di Yogyakarta selama tiga tahun sebelum mengadu nasib di Surabaya. Ia menyelesaikan pendidikan politeknik jurusan jewelry berbekal beasiswa. Satu hal yang saya ingat dari seorang Dhani adalah kecintaannya pada buah nanas. Dulu saat sekantor dengannya hampir setiap kali membawa cemilan yang saya masak sendiri, nanas segar selalu ada buatnya. Dhani memang fanatik dengan nanas hingga bisa mendeteksi keberadaan nanas yang saya simpan di laci penyimpanan dari jarak kurang lebih satu hingga dua meter. Bukan tanpa alasan saya menyisipkan buah nanas di setiap cemilan yang saya buat. Karena saya ingat betul ekspresi Dhani saat menceritakan kerindukan akan kampung halamannya Aceh dimana ia tinggal bersama ibu dan adik-adiknya. Tentu bukan hanya kampung halaman yang ia rindukan, lebih dari itu. Ia merindukan ibunya. Ia sempat menceritakan bagaimana ia rindu es buah racikan sang ibu. Es buah sederhana campuran sirup lokal dengan potongan melon dan tentu saja, nanas.

Setiap kali ia menyebut ibunya, saya terenyuh dan sadar bahwa cintanya pada ibunya sangat besar. Sepeninggal almarhum ayahnya, Dhani hanya memiliki seorang ibu dan adik-adiknya. Dan merantau di tanah jawa tidak serta membebaskannya mudah mengunjungi Aceh. Mengunjungi keluarganya.
Sejak saat itu nanas selalu saya siapkan untuk Dhani meski hanya potongan nanas segar dengan garam dan cabe rawit sebagai temannya. Kadangkala campuran sirup, nanas, strawberry, kiwi dan jelly yang terendam seharian didalam lemari es kantor menjadi menu segar untuk buka puasa. Dhani amat menjaga puasa sunnah senin kamis, dan tak hanya itu, sholat Dhuha di kantor pun ia jalani. Saya salut dengan keteguhannya memegang ajaran Islam.

Saya ingat pesan Dhani di hari terakhir saya bekerja dengannya. Dhani mengetahui rencana kepindahan saya ke Afrika sore itu sesaat setelah saya selesai berpamitan pada semua rekan kerja disana. Ia kaget saat saya mengutarakan akan pergi melanglang hingga ke benua lain. Dhani berpesan agar saya harus bisa menjaga sholat lima waktu di luar sana, ini persis dengan pesan yang disampaikan ayah saya sebelum berangkat kesini. Dhani juga berpesan jika saya harus bisa kuat menghadapi rintangan di negeri orang dengan tekad dan ikhtiar. Satu lagi pesannya, jika saya merindukan keluarga saya, cukup ambil air wudhu, sholat kemudian baca ayat Al-Quran. Pesannya mujarab, membaca Al-Quran saat hati dan pikiran bermasalah memang menenangkan. Saya belajar banyak dari Dhani tentang keseimbangan hidup di dunia dan setelahnya bahwa keduanya harus bisa diraih. Selamat di dunia, dan bahagia di Akhirat.

Kini Dhani berdomisili di Semarang, bekerja di perusahan lain sebagai staf desainer perhiasan. Ia memilih bekerja di kota yang lebih dekat dengan istri dan putri kecilnya yang tinggal di Solo.
Semoga tahun depan saat saya kembali ke Indonesia bisa menyempatkan silaturahmi dengan Dhani dan keluarga kecilnya. Semoga.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.