Ranukumbolo Accomplished {Day 3, Finally}

Indonesia. I proud you!
Indonesia. I proud you!

Pagi itu kedua mata saya silau meski tenda menaungi sepanjang malam. Sinar matahari membangunkan kami berlima di suatu pagi terakhir di Ranukumbolo.

***

Kami bangun sekitar pukul sembilan. Pagi itu matahari amat cerah sedang hawa sekitar masih terlalu dingin. Bangun tidur dari tenda mendapati danau yang tenang dengan kabut diatasnya itu istimewa. Langit biru tak kalah cerah. Kabut yang menggumpal diatas danau membuat saya buru-buru mengarahkan kamera seakan tak ingin melewatkan kesempatan mengabadikan Ranukumbolo. Pagi itu benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dibanding dengan pagi yang selalu saya lewati di Lagos. Tenang dan segar tanpa beban-beban pekerjaan yang biasa menggumpal di pikiran.

Tak lama setelah bangun, saya sudah ditagih Ayos menu apa yang akan menjadi sarapan kami berlima. Itu bukan pertanyaan aritmatika yang susah dijawab :P, karena saya sudah memiliki kunci jawabannya. Saya mencari spaghetti sembari berusaha menemukan saus bolognese siap pakai bersama Winda. Maya dengan ikhlasnya menuju danau untuk mencuci peralatan sisa memasak semalam. Setelah mendapati peralatan masak yang sudah bersih, saya berlagak sebagai koki gadungan. Saya memulai dengan merebus air yang diambil Maya dari danau, sementara Winda menyiapkan saus bolognese siap pakai. Tak lama setelah selesai merebus spageti, Winda kembali menyibukkan diri memotong dadu keju cheddar sebagai pelengkap sarapan kami. Saya tak akan pernah lupa kehebohan yang kami ciptakan setelah sarapan kami matang. Maya dan saya menciptakan sedikit kecongkakan dengan membandingkan sarapan kami dengan ‘tetangga’ yang hanya memasak mie instan. Sepertinya kami memang kerasukan ‘kesogehan’ Ruli hingga tak malu menyombongkan sarapan spaghetti abal-abal. Ah tapi saya benar-benar menikmati gelar tawa pagi itu.

***

Pukul sebelas kami mulai membereskan barang yang kami bawa kedalam ransel masing-masing. Kami beranjak meninggalkan Ranukumbolo. Kali ini raga kami tak disiksa dengan beban ransel karena dua potter yang disewa Maya. Kami menuju arah pulang.

Selalu ada kesempatan untuk melakukan salah satu sesi menarik dari setiap perjalanan. Apalagi jika bukan berfoto ria di sepanjang jalan setapak yang kami lewati untuk turun kembali ke Ranupani. Beberapa kali kami berhenti untuk berfoto. Salah satu foto favorit saya adalah saat kami berempat mengambil gambar dengan latar belakang Semeru. Perjalanan pulang kami lewati dengan perasaan lega. Formasi kami masih sama, Ayos dan Winda memimpin di depan sedang Maya, Ruli, saya dibelakang. Menapaki jalan setapak dibumbui humor Ruli dan Maya benar-benar mewarnai perjalanan pulang. Banyak hal yang kami ceritakan meski napas sudah ngos-ngosan. Saat itu kami masih saja bertemu (lagi) dengan tetangga yang kebagian spageti tadi. Maya kemudian membuat saya tertawa dengan asumsinya bahwa mereka sengaja dekat dengan kita agar dapat jatah makan. Hehehe it was so funny May!. Perjalanan pulang terasa lebih cepat daripada saat kami mendaki. Kami tiba kembali di Ranupani sekitar pukul tiga sore.

***

Setelah meregangkan otot-otot kaki dan memanjakan perut dengan makan siang di warung setempat, kami buru-buru kembali ke rumah Bapak Sinambela, tempat kami menginap sebelumnya. Kami membersihkan kaki dan mengecek kembali isi ransel sebelum sebuah hardtop merah mengangkut kami berlima untuk kembali ke kota. Dan (lagi-lagi) kami satu hardtop dengan tetangga (setia) kami. Oh tidak, bukan hanya satu hardtop, satu angkot pula menuju terminal hehehe.

Pukul empat sore lewat kami berlima sudah di dalam bis menuju Surabaya. Perjalanan kembali menuju stasiun sedikit mencemaskan. Sepertinya Maya dan Winda kurang beruntung tak bisa mengejar kereta yang akan membawa mereka kembali pulang. Sore itu perjalanan dari Malang ke Surabaya sedikit macet sehingga mengharuskan Maya dan Winda merelakan tiket kereta eksekutif hangus begitu saja. Sesampainya di terminal, Maya dan Winda dibantu Ayos sibuk mencari penerbangan terakhir yang bisa membawa mereka ke Jakarta malam itu juga. Setelah berkutat hampir satu jam di terminal Bungurasih yang sibuk dengan berbagai rupa manusia, akhirnya Maya dan Winda berhasil mendapat last flight ke ibukota. Tentu harga penerbangan sedikit membuat mereka berdua mengerutkan dahi.

Kami akhirnya berpisah di terminal Bungurasih. Maya dan Winda harus kembali ke Jakarta sementara Ayos, saya dan Ruli kembali menuju kos. Malam itu saya agak berat menjabat tangan Maya dan Winda dan berandai kebersamaan kami berlima bisa lebih lama hehehe. Malam itu saya sadar satu hal. Menikmati pagi dengan angin semilir, danau yang tenang, langit biru, teman-teman yang menyenangkan adalah quality time yang perlu dijaga. Thank you guys!

Simply breathtaking.
Simply breathtaking.
Lovely morning at Ranukumbolo.
Lovely morning at Ranukumbolo.
Beautiful.
Beautiful.
Sesaat sebelum packing!
Tenda kami.
Maya ada paparazi! hehehe.
Maya ada paparazi! Eh disini Maya seperti ibu kos ya hehehe.
Winda was cooking sauce for our spaghetti!
Winda was cooking sauce for our spaghetti!
Our breakfast that time.
Our breakfast that time.
Maya dan saya menggigil tapi tetap gaya, hehehe.
Maya dan saya menggigil tapi tetap gaya, hehehe.
Ruli - Winda - Maya.
Ruli – Winda – Maya.
Ayos dan Winda. So sweet.
Ayos dan Winda. Tsah.
Foto perjalanan pulang.
Foto perjalanan pulang.
Winda - Maya.
Winda – Maya.
Foto! Wajib nih yang beginian.
Foto! Wajib nih yang beginian.
Foto sama abang-abang potter-nya Maya.
Foto sama abang-abang potter-nya Maya.
Wow we could see clouds! Amazing!
Wow we could see clouds! Amazing!
Ayos - Winda - Ruli - Maya. Like this picture.
Ayos – Winda – Ruli – Maya. Like this picture.
Ayos - Winda - Ruli dan saya.
Ayos – Winda – Ruli dan saya.
Semeru.
Semeru.
Yah bertemu tetangga kita lagi May!
Yah bertemu tetangga kita lagi May!
Semakin dekat dengan Ranupani. Kami kembali.
Semakin dekat dengan Ranupani. Kami kembali.
Tiba waktu pulang. Kami menuju rumah Bapak Sinambela sebelum benar-benar meninggalkan desa Ranupani. That day was so bright, wasn't it?
Tiba waktu pulang. Kami menuju rumah Bapak Sinambela sebelum benar-benar meninggalkan desa Ranupani. That day was so bright, wasn’t it?
Sampai di Ranupani ketemu ini. Yummy! Santap!
Sampai di Ranupani ketemu ini. Yummy! Santap! For sure tanpa saus ‘tomat’ merah dibelakangnya hehehe.
Naik ini...hmmm... adventurous!
Naik ini…hmmm… adventurous!
Maya dan Winda. Lelah.
Maya dan Winda. Lelah.
Lihat ekspresi Maya. Apakah ia kesal masih satu angkutan dengan 'tetangga' kita? Saya mengambil ini saat kami dalam perjalanan pulang menuju terminal bis yang akan membawa kita kembali ke Surabaya.
Lihat ekspresi Maya. Apakah ia kesal masih satu angkutan dengan ‘tetangga’ kita? Saya mengambil ini saat kami dalam perjalanan pulang menuju terminal bis yang akan membawa kita kembali ke Surabaya.

Rasanya saya tak akan kapok mendaki sepuluh kilometer menuju dan sepuluh kilometer lagi meninggalkan Ranukumbolo. Semuanya worth it. Tahun depan? Rinjani buka pilihan buruk bukan? Pertanyaannya? Kuatkah kami? :P

4 thoughts on “Ranukumbolo Accomplished {Day 3, Finally}

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.