I’m Feeling It

  
Today is like those days when I used to feel confuse and worry about life, worry about future. This is what I feel right now, when I keep thinking to look forward, to keep myself believe that every single things I’m doing in the present, is a life lesson. I should enjoy what I’m having, what I’m facing right now on my job even though I can’t lie that a lot of stresses could drive me crazy, until I’ve thought to give up. 
I’m worry a lot sometimes yet I realized that life is just a journey. 

When you have no one to share your worries about this life with, talk to God. God listens.

See You Again

SeeYouAgain1a

Lima minggu lalu di hari dan waktu yang sama, saya masih berada di dalam pesawat menuju benua yang masih saja keras bernama Afrika. Meninggalkan rumah untuk hidup dan bekerja di negara yang sudah seperti rumah kedua. Tentu saja, merelakan sisa-sisa rindu pada orang tua dan keluarga, sahabat, dan rindu pada Indonesia tidak akan pernah mudah meski saya sudah melewatinya lima kali. Sebulan di Indonesia masih saja terasa seperti seminggu saking cepatnya.

Kali ini saya tak akan menuliskan cerita-cerita cengeng tanda kangen pada Indonesia, melainkan rasa syukur pada kesempatan bertemu dan merayakan persahabatan dengan sahabat-sahabat baik tahun ini. It took me so long compiling the contents of this post, fiuh!

***

SeeYouAgain1

Pertemuan pertama dengan sahabat-sahabat baik beberapa hari setelah saya tiba di Indonesia, terjadi bersama Anjar dan Widya. Saat mereka berdua bersama Fahmi tahu tahun ini saya pulang beberapa hari sebelum hari raya, kami merencanakan untuk berbuka bersama. Seingat saya, dua kali sudah saya pulang sesaat sebelum lebaran tapi kami tak pernah sekalipun berbuka di luar. Memang buka bersama kami tidak semeriah seperti yang seharusnya karena hanya dihadiri saya, Anjar beserta suami dan kedua anaknya, dan Widya yang datang hanya berdua dengan putrinya, minus Fahmi. Beberapa sahabat-sahabat lain yang saat itu memberi sinyal akan datang tak kunjung memberi kabar. Tapi saya tak kecewa sedikit pun karena justru melepas rindu dengan beberapa orang yang sadar akan pentingnya pertemuan jauh lebih penting daripada sekedar memikirkan kenapa mereka tak jadi datang ;). 

SeeYouAgain1b

Sore itu saya bahagia bukan hanya karena bisa berbagi canda tawa dengan Anjar, Widya dan keluarga kecil mereka. Hari itu Fahmi akhirnya resmi menjadi seorang Ayah. Tak ada kabar yang lebih membahagiakan selain mendapati sahabat sebaik Fahmi dikaruniai seorang bayi perempuan yang menggenapkan hidupnya. 

***

SeeYouAgain2

Saat pulang kemarin, menghabiskan malam di rumah Ayos dan Winda adalah salah satu momen terbaik. Berawal dari rencana makan malam di luar kemudian muncul ide cemerlang dari Winda untuk berkumpul disana sekalian berbuka bersama. Ide sederhananya adalah membawa masakan dari rumah dan menikmatinya bersama. Saya pun mengajak Rifda untuk bergabung dengan Grup Sogeh, menggantikan posisi Maya sementara ;P.

Winda dan Ayos yang baru pulang kerja, Ruli yang sore itu masih berada di luar kota, dan saya yang datang dari Surabaya Utara sepakat bertemu pukul tujuh. Saya sampai tepat pukul tujuh, tak lama Rifda yang tinggal di Sidoarjo akhirnya tiba juga. Saya disambut Ayos dengan tamu misterius yang Winda sebut di percakapan kami sebelumnya. Ealah, tamu misteriusnya adalah Khumaidi ;P, teman kuliah kami di Despro dulu.

SeeYouAgain2b

Saya datang membawa dua masakan ibu dan kakak berupa tumpukan martabak, urap-urap, dan satu mangkok besar cumi hitam. Martabak racikan kakak saya ada dua jenis, satu berisi bihun berbumbu dan martabak daging sejenis alimun, keduanya rekues dari Ruli yang saya imingi-imingi sejak setahun yang lalu. Sedang Rifda datang membawa rendang hasil olahannya sendiri. Fat everywhere ya. Oh ya, saya membawa sayur mentah untuk mengimbangi menu kami. Tadinya hanya ingin saya tumis sederhana tapi akhirnya Winda dan saya malas meracik bumbu ;|. Setelah semua siap, kami semua duduk manis dan langsung menyerbu makanan lezat itu. Menunggu Ruli yang masih di jalan membuat kami memutuskan berbuka lebih dulu. Toh, martabaknya masih setumpuk. Tak lama akhirnya Ruli datang dan langsung menyerbu martabak sembari nimbrung bersama kami yang sibuk bertukar cerita. Entah kenapa, setiap bertemu cerita-cerita jaman dulu saat masih kuliah selalu membubui pertemuan kami.

Tak terasa saja jarum jam melewati angka sebelas, Rifda dan suaminya pamit sedang Khumaidi sepertinya masih betah nimbrung dengan Ayos bahkan saat saya dan Ruli pamit. Suasana bahagia malam itu berarti banyak buat saya. Menyadari kesempatan setiap tahun dengan sahabat-sahabat seperti mereka seakan menandakan kami akan bersahabat dalam jangka waktu yang lama, amin :).

***

SeeYouAgain3

Bertemu dengan sahabat yang super cheeky ini selalu menyenangkan. Apalagi, tahun ini saya berkesempatan bertemu dengan si mungil Brian yang lucu dan menggemaskan (you can even see overloaded cuteness on his face below ;)). Spending quality time for almost two and half hours dengan Yuriko, Deysi dan Brian was unreal. Ada dual hal yang saya hargai dari pertemuan hari itu. Pertama, I did realise one thing, Yuriko is a kind one. Saya menghargai bagaimana ia meluangkan waktu untuk bertemu saya yang hanya memiliki puluhan hari di Indonesia setiap tahun. Meski kami sering menghabiskan beberapa menit dengan obrolan super bodoh di WhatsApp hampir setiap hari, bagi saya bertemu langsung adalah perayaan persahabatan yang sesungguhnya. Dan saya pun bersyukur memiliki Yuriko sebagai sahabat yang mampu menjaga persahabatan hingga hari ini.

Kedua, birthday gift darinya seolah menegaskan hal yang sama, Yuriko is a kind humanI never look at the gift itself, the meaning behind it is more precious for me as always :). Saya berharap pertemuan siang itu jauh lebih lama, tapi saya bersyukur bukan main karena paling tidak saya mendapati Sinyo (begitu saya biasa memanggil Yuriko) dan keluarga kecilnya dalam keadaan sehat dan tak kurang suatu apapun. It was a beautiful aftenoon, indeed.

SeeYouAgain3b

Saya tak biasa membagi cheesy-photograph di blog ini apalagi sebuah selfie. Tapi kali ini, I just couldn’t resist for this photograph of us. Bagaimana bisa melewatkan ekspresi Brian selucu ini? :). Saya kira, kenangan dalam foto ini akan terus ada sampai kapanpun.

SeeYouAgain4

***

I always prefer to meet with bunch of good friends in one place, anytime. Alasannya tentu karena jauh lebih seru dan efisien di waktu. Adalah Putri, yang mengajak saya di instagram milik Atre saat tahu setelah lebaran ia akan mengunjungi Surabaya bersama Giri. Dan kebetulan disaat yang sama, Putri dan keluarga kecilnya sedang di Surabaya. Accidentally perfect timing kan? Sambil menyelam minum air, pikir saya.

Sebelumnya, saya dan Putri saling ngobrol lewat Whatsapp memilih tempat dimana kami akan bertemu. Setelah memiliki beberapa pilihan pada coffee shops yang sedang in di Surabaya (tentu untuk photography-purpose! ;)), Putri menghubungi beberapa diantaranya untuk memastikan buka atau tidak. Maklum, hari itu masih dalam suasana libur setelah lebaran. Sayang sekali beberapa coffee shops yang kami incar masih tutup, padahal jika dilihat dari postingan instagram tempatnya lucu-lucu. Pada akhirnya kami sepakat bertemu di The Champion atas rekomendasi Atre yang nampak lebih update dari saya dan Putri, haha. Venue bukan hal terpenting kan? yang penting kami bisa bertemu dalam formasi lengkap. Dimana saja ayo, asal ada natural light, iya kan Put? Tre? ;).

Saya masih ingat nikmatnya mengendari motor di jalanan Surabaya yang lengang sore-sore selepas Ashar. Saat sinar mentari masih terang nan hangat. Setengah jam dari rumah, akhirnya saya melihat Atre dan Giri tiba beberapa detik sebelum saya. Saya menyapa Atre yang datang dengan outfit-nya yang Atre sekali, dan Giri yang nampak lebih casual-preppy dibanding dulu. Tak lama setelah kami bertiga, Putri tiba bersama mas Dian dan Arsya.

SeeYouAgain5a

Mengobrol santai dengan Putri dan mas Dian tentang Arsya, serta berbagi cerita dan pengalaman dari Atre dan Giri adalah kesempatan yang luar biasa. Meski hanya ditemani beberapa cangkir taro latte dan minuman lain yang rasanya mengecewakan, bahkan tak ada satu pun dessert yang tertampang di cooler, namun natural light yang saya rekues kepada Putri dari awal membuat foto-foto yang kami tangkap dari kamera masing-masing mampu mengabadikan dengan jelas betapa silaturahmi dengan teman-teman baik yang menginspirasi, sudah seharusnya dijadikan momen tahunan. Saya akan bercerita tentang Giri lebih jauh di blog ini sometimes kenapa ia menjadi salah satu sahabat baik yang menginspirasi. Oh, saya pun baru sadar kalau Giri ini pemalu jika difoto ;P.

SeeYouAgain5

SeeYouAgain6

Jujur saja, saya tak memiliki banyak harapan bertemu Putri kembali tahun ini. Karena biasanya akan sedikit sulit bertemu dengan seorang ibu muda yang sedang menikmati masa tumbuh kembang putra pertamanya. Apalagi suaminya, mas Dian, bekerja dan tinggal di Sumba. But then, I was beyond happy karena akhirnya bisa bertemu Putri lagi setelah dua tahun yang lalu. Apalagi kali ini bersama Arsya, putranya yang mewarisi pipi cempluk-nya Putri, ia lucu sekali :). How I loved to see apa yang dipakai Arsya nampak serasi dengan ayahnya hari itu :).

***

SeeYouAgain7

Siang saat saya bertemu dengan Atre dan Giri untuk kedua kalinya sehari setelah bertemu dengan Putri, Rifda mengabari sedang berada di mall yang sama bersama suaminya. Selepas dhuhur, Atre dan Giri pamit untuk urusan lain then I met with Rifda. Senang rasanya karena bisa berkumpul dengan Sohib bersama Rifda dan suaminya. Apalagi, mas Andhi bergabung tak lama setelah kami berempat bertemu. Like what I said on this post, I always feel happy everytime I link my best friend to another best friend. Dan nampaknya Rifda menikmati sekali pertemuan keduanya dengan mas Andhi setelah tahun lalu kami bertemu di mall yang sama dengan Ruli (masih ingatkah Rifda? ;)).

SeeYouAgain7b

Berbincang santai dengan suami Rifda yang pernah tinggal dan menempuh pendidikan di Hawaii (iya Hawaii!!) selama lima belas tahun, mas Andhi yang berbagi cerita akan pengalaman-pengalamannya menangani beberapa event internasional, hingga hal-hal yang ingin kami capai beberapa tahun ke depan mengisi pertemuan siang itu. Time flew too fast that day as I wished we had a longer time but then, there was nothing I asked for more selain kesempatan sederhana bersama sahabat-sahabat seperti mereka. Berbagi cerita hidup serta merajut mimpi-mimpi baru ke depan, dan mengamini bersama. Rifda, jaga kesehatan baik-baik ya, hingga beberapa bulan lagi malaikat kecilmu lahir ke dunia ;).

***

SeeYouAgain8

Jujur saja, penyesalan kecil sempat singgah saat saya sadar tidak memiliki cukup waktu bersama Fahmi tahun ini. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, saat kami memiliki banyak waktu merayakan persahabatan dengan sederhana. Dari sekedar mencari angin, menikmati kopi Minggu pagi, nonton film terbaru, sampai berbagi cerita hingga larut malam. How I missed those moments, Mi. Tapi dilain sisi, saya bahagia melihat Fahmi dengan kesibukan barunya sebagai seorang ayah. Sore sesaat sebelum saya berbuka bersama Anjar dan Widya, Fahmi memberi kabar bahwa istrinya melahirkan seorang bayi perempuan. Saya pun tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia saat Fahmi, sahabat yang saya kenal tiga belas tahun yang lalu, akhirnya melengkapi perannya sebagai seorang imam, seorang lelaki. Melalui telepon, saya hanya bisa menyematkan pesan sederhana agar senantiasa menjaga kesempatan yang Allah berikan padanya dengan menjadi suami yang baik, dan seorang ayah yang bertanggung jawab.

Tepat sehari sebelum lebaran, saya bertemu Fahmi di rumahnya. Sore itu ia sedang sibuk memilah baju istrinya untuk kemudian dibawa ke rumah mertua. Kami hanya sempat berbagi cerita sebentar lalu pergi bersama. Setiba di rumah mertuanya, saya mendapati seorang bayi perempuan berusia tiga hari yang tidur dengan pulas. Cantik sekali. Saya belum bisa mereka mirip ibu atau ayahnya tapi saya sempat tersenyum sembari bergumam dalam hati ; kini, Fahmi benar-benar menjadi seorang ayah.

Sore mengantarkan saya berbuka bersama Fahmi, istri dan mertuanya. Dengan teh manis hangat, brownies kukus, serta beberapa potong tahu goreng lengkap dengan petis. Sederhana namun indah luar biasa. Saya menikmati setiap detik momen itu karena saya tahu, hari-hari berikutnya tak akan mudah mengajak Fahmi pergi bahkan hanya sekedar makan di luar.

Selepas membatalkan puasa, kami pergi ke masjid terdekat di perumahan sebelah. Suasana hari terakhir Ramadhan sore itu kembali mengingatkan saya untuk bersyukur pada satu hal. Mendapati sahabat baik dalam keadaan sehat dan bahagia, dan memiliki kesempatan bertemu dengannya meski hanya beberapa jam saja, itu rejeki indah yang tak kasat mata. 

***

SeeYouAgain9

Seperti mimpi bisa bertemu dengan mas Andhi untuk kedua kalinya di Indonesia. Tahun lalu, kami menghabiskan lima hari di Bali bersama Sohib, mengitari Seminyak, Ubud, Denpasar hingga hampir tertinggal pesawat di bandara. Tahun ini, saya bersyukur bisa bertemu dengan salah seorang yang berjasa banyak mengajari saya tentang kehidupan. Yang saya anggap bukan lagi sahabat baik tapi sudah seperti kakak saya sendiri. Di tengah kesibukannya dengan proyek-proyek interiornya, kami masih sempat berburu kuliner Surabaya beberapa kali. Best friend-talk, coffee time tentu, nongkrong, yang semuanya saya rindukan sekarang.

Selain berkunjung ke rumahnya yang artistik dan mendapati dua kucing lucu, tahun ini saya sempat mampir ke rumah orang tuanya lagi. Sesaat sebelum pertemuan dengannya dan mbak Susan, diam-diam saya berkunjung kesana. Mendapati orang tua dalam keadaan sehat wal afiat itu luar biasa ya. Pun seperti biasa, mendengar nasihat-nasihat yang diberikan beliau setiap kali saya kesana seperti mendengar nasihat orang tua saya sendiri :). Benar-benar syukur tiada tara.

SeeYouAgain9b

Saya pikir saya harus menulis tentang mas Andhi di blog ini, di lain kesempatan ;).

***

SeeYouAgain10

Tahun ini kali kedua saya bertemu dengan Mbak Ririn, perempuan luar biasa yang sudah seperti kakak bagi saya, Ruli, Maya, Ayos, Winda, Atre, Giri dan bahkan (mungkin) bagi semua yang mengenalnya. Saat tahu saya harus menginap semalam di Jakarta sembari menunggu proses perpanjangan visa kerja selesai, saya menghubungi mbak Ririn lewat Path. Saya tak mengharapkan apa-apa selain sebuah kesempatan bertemu dengannya lagi. Tak lama setelah postingan saya di Path, mbak Ririn membalas mau dijemput dimana. Sebentar, siang itu saya tak menyangka mbak Ririn memiliki waktu luang di tengah kesibukan yang tak biasa dari profesinya sebagai seorang copy-writer di salah satu agensi di ibukota. I was lucky enough, tho.

Sore itu, setelah kembali dari kedutaan di daerah Kuningan, melewati jalanan ibukota dengan bajaj dan ojek (I enjoyed those vehicles!) akhirnya saya tiba di hotel untuk istirahat sejenak. Tak lama, akhirnya saya bertemu kembali dengan Maya di Jakarta. Saat Maya pulang dari kantornya yang tak jauh dari hotel (saat itu pukul setengah sepuluh malam), kita langsung melaju ke Koi Kemang untuk bertemu dengan mbak Ririn yang tiba lebih dulu disana. Seperti biasa, mbak Ririn selalu welcome sama seperti pertama kali kita bertemu setahun lalu.

SeeYouAgain10b

Di Koi Kemang, kami makan malam diselingi cerita masing-masing yang sesekali membuat Maya tertawa terbahak-bahak. Mbak Ririn yang tahu sekali bagaimana saya bisa sangat norak jika melihat platting makanan yang bagus, pencahayaan dan interior sekitar yang mendukung, mempersilahkan saya memindah makanan kami ke meja sebelah. It was embarrasing but I didn’t even care, haha!. I really wished we had a longer time for stories and laughters karena malam itu waktu benar-benar terasa cepat. Tiba-tiba saja jarum jam menunjukkan pukul setengah dua belas malam dan kami mulai meninggalkan tempat. Tentunya sesi foto tak mungkin terlewatkan. Kebaikan mbak Ririn malam itu diperlengkap dengan tumpangan Uber gratis untuk Maya dan saya (saya pun baru tahu apa itu Uber malam itu, norak ya ;)).

Sekali lagi, saya tidak biasa membagi cheesy-photograph semacam selfie, tapi ini sebuah pengecualian untuk sebuah momen dengan orang-orang baik dan tulus yang (pastinya) harus diabadikan lewat sebuah foto :).

SeeYouAgain11

***

SeeYouAgain12

Tak dinyana tahun ini saya berkesempatan bertemu kembali dengan Valentino (tepat di sebelah saya), Septian (dia duduk di samping Heyni), Doni (sebelah Septian), dan Heyni (tentu yang berkerudung ;P, yang datang bersama suami dan putranya). Kami berteman baik saat sama-sama menempuh pendidikan di SMP 4 Surabaya. Adalah Septian yang mengabari untuk menyempatkan bertemu mumpung saya di Indonesia dan Valentino tidak sedang di Belanda. Septian mengabari saya yang berada di dalam bis Damri menuju bandara Soekarno-Hatta setelah selesai memperpanjang visa. Ajakan yang cukup mendadak namun saya iyakan saja. Saat itu saya masih sibuk mondar-mandir kesana-kemari, tapi I said yes karena tidak bertemu selama tiga belas tahun? I thought it would be an interesting evening.

Pertemuan kami cukup singkat tapi menyenangkan bisa mendengarkan cerita hidup masing-masing. Time flies too fast, indeed. Mendapati seorang Valentino yang sehari-harinya menjadi dosen di salah satu PTS di Surabaya, Septian yang sibuk sebagai staf admin pajak, Doni yang sedang menikmati detik-detik menjadi seorang ayah, hingga Heyni yang nampak seperti ibu-ibu muda kebanyakan yang tidak memiliki banyak waktu berkumpul di luar, it was incredible. I did wish we had longer time to share about our lifes, tapi setidaknya tali silaturhmi terjalin kembali malam itu. Dalam perjalanan pulang, sembari menikmati suasana malam kota Surabaya, saya seperti dicubit lagi untuk memikirkan pendidikan. Iya, pendidikan. Setelah tahu Valentino sebentar lagi akan merampungkan S3-nya, saya seperti disadarkan kembali untuk berpikir kapan kiranya saya siap meng-upgrade diri dengan pendidikan yang lebih tinggi. Well, as always I believe a big thing will happen at the right time. Suatu hari saat saya siap kembali untuk menempuh pendidikan, saya akan melalui kesempatan itu perfectly. Saat ini, biarlah saya fokus menempuh pelajaran pada kehidupan ;).

***

SeeYouAgain13

Malam sebelum liburan pendek ke Singapura saya bertemu Ayos dan Winda untuk kedua kalinya di sebuah restoran sushi. Malam itu Ruli tak bisa hadir karena masih di luar kota. Meski tanpa Ruli we really had fun. Cerita macam-macam hingga tak terasa mall tempat restoran itu berada lengang sekali.

Menjelang keberangkatan saya, kami menyempatkan bertemu untuk makan malam bersama lagi. Saat itu kami bersama Ruli ingin menikmati steaks. Meski Grup Sogeh ada yang kurang, yakni kehadiran Maya, tapi sekali lagi we really had a fun dinner. Tadinya saya berharap tahun ini Maya bisa mengunjungi Surabaya seperti tahun lalu. Tapi apa daya, menikmati yang ada jauh lebih penting dari sekedar berandai yang tak nyata, bukan?. Meski tanpa Maya, tapi Maya serasa hadir di meja kami lewat cerita-cerita yang saya bawa saat kami berdua berlibur bersama di Singapura. Hal pertama yang Winda tanyakan sesaat setelah saya tiba adalah keseruan perjalanan kami. Ayos yang tak kalah curious pun bertanya hal serupa. Ruli yang datang setelahnya tak kalah semangat dalam percakapan kami tentang Maya. Cerita tentang keseruan perjalanan kami berdua di negeri singa itu menjadi perbincangan malam yang tak habis-habis.

SeeYouAgain14

Saat sadar kami berempat menjadi pengujung terakhir sebelum restoran tutup, saya menyempatkan meminta bantuan salah satu pramusaji untuk mengabadikan kami berempat dalam bingkai kehangatan sebuah persahabatan ;).

SeeYouAgain14b

***

SeeYouAgain15

Jika ada seseorang yang galau luar biasa saat tahu waktu saya di Indonesia tinggal hitungan hari, orang itu adalah mbak Ika. Ia sempat tak henti mengutarakan kekecewaannya saat suaminya, mas Dwi, sudah jarang mau diajak pergi ke Surabaya. Sudah setahun lebih mereka pindah dari Surabaya ke kota kecil yang lebih dekat dengan tempat suaminya bekerja, yang tentu lebih nyaman dan tentram untuk keluarga kecilnya.

Saya masih ingat, siang itu saya masih sibuk mengurusi beberapa hal yang memaksa saya harus bolak-balik Surabaya-Sidoarjo. Layar iPhone saya dipenuhi dengan rentetan percakapan dati mbak Ika yang intinya menanyakan kapan saya akan meninggalkan Indonesia lagi. Saya membalas dengan pesan pendek sekaligus menanyakan alamat rumahnya. Saya pikir, oleh-oleh yang saya bawa lebih baik saya kirim via pos karena sepertinya tahun ini kami tak bisa bertemu seperti tahun-tahun sebelumnya. Pertemuan yang selalu terjadi setiap saya pulang ke Indonesia, yang tak sekalipun terlewatkan setiap tahun sejak saya pergi lima tahun lalu. Membaca pesan saya membuat mbak Ika sedih luar biasa. Ia tak percaya tahun ini kita harus rela melepas rindu hanya lewat telepon. Namun tak lama setelah itu, ia menelepon via Line.

To the point saya menanyakan kembali kemana coklat dan magnet-magnet hasil tangkapan di bandara Abu Dhabi itu harus saya kirim. Saya selalu mengajarkan satu hal pada diri sendiri setiap kali pulang kampung ; tak masalah jika tak bisa bertemu semua orang-orang baik yang saya sayangi karena waktu yang selalu saja terasa singkat selama di Indonesia. Apapun bentuk silaturahmi itu cukup menandakan persahabatan saya dengan sahabat-sahabat baik itu benar adanya. Itu saja. Percakapan kami siang itu berujung dengan keputusan mbak Ika yang cukup berani. Ia akan pergi ke Surabaya sendiri esok hari tanpa sepengetahuan suami. Ternyata kegalauan mbak Ika sudah mencapai titik jenuhnya, haha. Akhirnya kami sepakat untuk bertemu keesokan harinya.

Pagi sekitar pukul sepuluh, saya menjemput mbak Ika di depan KBS (yaelah, ketemuan di depan kebun binatang ;P). Tanpa basa-basi kami langsung menuju salah satu coffee shop baru yang letaknya tak jauh dari kantor kami dulu. Saya tak ingin membuang waktu karena mbak Ika hanya memiliki waktu sampai pukul dua siang, tepat setelah anak-anaknya pulang sekolah. Duduk di coffee shop yang masih lengang pengunjung, dengan dua cangkir latte dan dua potong kue, kami melepas rindu. Bercerita banyak hal selama sebelas bulan tak bertemu. Tiba-tiba saya merindukan momen sesederhana itu. Pagi-pagi di akhir pekan, duduk ditemani kopi sembari bercerita banyak hal dengan sahabat.

Di coffee shop itu, saya menunjukkan pada mbak Ika bagaimana tingkah laku anak-anak muda jaman sekarang, yang sibuk dengan secangkir kopi saja dan tak pernah lelah pindah posisi untuk mendapatkan banyak gambar lewat ponselnya. Benar saja, seorang anak muda yang datang dengan (mungkin) ayahnya pagi itu sampai rela membawa tripod untuk iPhone. Memindah latte yang sudah hancur latte-art di cangkirnya, memindahkannya ke meja yang kejatuhan cahaya mentari, duduk berpose dengan buku di tangannya seakan-akan ia sedang mambaca, dan menyalakan timer hingga beberapa kali. Mbak Ika tertawa sembunyi-sembunyi, setelah ia pikir hanya saya yang sibuk mengambil gambar taro dan green tea latte yang kami pesan sebelum akhirnya diminum.

SeeYouAgain15b

Lepas pukul dua belas siang, kami pindah ke kedai mei ayam yang letaknya hanya beberapa meter dari coffee shop tadi. Kami memesan dua porsi mie ayam untuk memuaskan perut yang mulai keroncongan sembari melanjutkan cerita-cerita yang belum kelar.

SeeYouAgain15

Selepas makan siang saya mengajak mbak Ika untuk mampir bertemu dengan Sohib. Sekalian kan, mumpung di Surabaya hehe. Mbak Ika sempat tertenggun melihat beberapa bangunan baru yang mulai menjulang di langit Surabaya. Sepertinya ia lupa-lupa ingat melihat kemajuan Surabaya (belum juga tinggal di luar lo mbak, haha ;P). Sohib nampak senang bisa bertemu kembali dengan mbak Ika, saya pun juga. Menghargai bagaimana nekatnya ia keluar rumah bahkan tanpa pamit hanya sekedar melepas rindu dan menjaga tali persahabatan agar tetap kuat dan kencang. Lain kali, ijin suami dulu ya mbak! biar afdol ketemuannya ;).

Siang yang singkat itu kami akhiri dengan, tarraaaa, lagi-lagi iPhone-selfie muncul di postingan ini ;P.

***

SeeYouAgain16

Saya selalu menghindari sebisa mungkin dengan apa yang disebut pertemuan last minute. Selalu saya coba setiap tahun namun terus saja gagal. Ada saja sahabat yang hanya bisa saya temui di akhir menjelang keberangkatan kembali ke Afrika. Begitu pun saat saya memutuskan untuk menemui Edwin di suatu siang yang terik.

Sejak Edwin merintis usahanya di bidang kuliner, ia nampak lebih sulit pergi keluar. Maka, menyempatkan waktu bertemu dengannya ada di daftar saya tahun ini. Jika tahun lalu saya bertemu dengan Edwin dan Yuriko di waktu dan tempat yang sama, tahun ini berbeda. Siang itu, kami berdua menghabiskan tiga jam di suatu kedai kopi dengan cerita-cerita garing yang selalu jadi bahan lelucon di Line kami plus khotbah-khotbah Edwin yang mau tak mau harus saya dengarkan ;P. Seperti pertemuan saya dengan sahabat-sahabat lain, I wish I had more chances menghabiskan waktu dengan Edwin seperti tahun pertama saat saya dan Rifda berkunjung ke rumah kakaknya. Menghabiskan enam jam yang bermakna untuk merekatkan persahabatan kami. But then, there is nothing I could ask for more karena sependek apapun pertemuan yang saya miliki tahun ini, semunya layak untuk disyukuri.

SeeYouAgain17b

If ya’all are reader of this blog, you’ll know how I love taking picture dan saya tak mungkin mengakhiri sebuah pertemuan tanpa foto. Merayu Edwin untuk berpose demi kebutuhan instagram siang itu gampang-gampang susah, mungkin karena ia merasa kelewat tampan ;P. Tapi eh tapi, setelah satu dua kali take, koko satu ini malah ribet setengah mati memastikan hasil fotonya sempurna ;|. Tadinya tak mau difoto eh ujung-ujungnya malah ada delapan belas frames sendiri di iPhone saya, hahaha. Win, Win ;P.

***

SeeYouAgain18

Sehari setelah menghabiskan suatu siang dengan mbak Susan dan mas Andhi, Ayah saya sempat bertanya seperti ini ; “Kamu sudah bertemu dengan orang yang berjasa memberimu jalan ke Afrika?, Orang-orang seperti itu jangan sampai dilupakan”. Saya tak menjawab apa-apa pada beliau, tapi saya tersenyum dalam hati because I did it. Semalam sebelumnya, saya menanyakan dimana kami akan bertemu pada mbak Susan. Ia menjawab pertanyaan saya dengan jawaban yang agak janggal. Akhir-akhir ini ia selalu pusing tiap kali masuk mall. Ternyata sebabnya karena kabar gembira, she’s pregnant, that was beautiful news :). Saya segera mengabari mas Andhi, yang tak lain sahabat dekatnya selama kuliah dulu. He was so happy just like me.

SeeYouAgain18b

Seperti mimpi rasanya bisa bertemu dengan mbak Susan dan mas Andhi di gedung Desain Produk ITS, almamater kami bertiga. Makan siang bersama, menikmati percakapan di bawah rerimbunan pohon, angin semilir, semua hal sederhana itu bermakna dalam sekali. Meski pertemuan kami terjadi dua hari sebelum saya kembali terbang ke Afrika, it was last-minute, tapi saya bahagia mendapati mbak Susan sehat-sehat saja. I know it shouldn’t be like that karena sudah seharusnya saya mendahulukan orang-orang yang berjasa dalam hidup saya setiap kali pulang. Tapi tak ada satu hal pun yang patut disesali karena sejatinya, pertemuan di Jumat siang yang damai itu mengajarkan saya satu pelajaran hidup lagi ; bersyukurlah karena kita dikelilingi orang-orang baik yang tulus, yang tidak mengharapkan apa-apa saat kita berhasil. Yang justru bahagia melihat kita mampu hidup lebih baik. And for me, two of them are precious, they are more than best friends.

***

SeeYouAgain17

When somebody decided to come to accompany you in the middle of the night at the international airport, shared laughters and stories even just for two and half hours before you left your country again, for me it touched. Ketulusan sekecil apapun sudah seharusnya dihargai, diingat, dan disimpan. Apa yang Maya lakukan malam itu meninggalkan kesan persahabatan yang lebih dalam.

Tahun ini agak berbeda, saya tak menginap semalam di Jakarta sebelum terbang lagi ke Afrika seperti tahun-tahun sebelumnya. Waktu dan uang saku adalah alasannya disamping jadwal pesawat yang berbeda dari biasanya. Penerbangan Minggu pagi pukul setengah delapan membuat saya memutuskan untuk tinggal di bandara beberapa jam setelah terbang dari Surabaya. Saya sampai pukul 00.15 dini hari dan melenggang santai di Soetta. Setelah mendapati semua koper lengkap di troli, saya mencari tempat paling nyaman di dekat pintu masuk agar lebih memudahkan saat check-in nanti. Toh konter Emirates dibuka pukul lima pagi. Saya duduk dan sesekali mengangguk-angguk karena ngantuk. Saya terbangun setelah menerima telepon dari Maya yang menanyakan saya sedang dimana. Sebentar, Maya benar-benar ke bandara ;P (mungkin ia lelah disindir Ruli dan saya di grup kami sebagai ratu PHP, mungkin ;P). Tawa khas Maya yang terdengar dari kejauhan menghapus rasa ngantuk pagi itu.

Hari itu Ruli juga tiba di Jakarta dari Surabaya. Last flight namun beda maskapai membuat kami tak bisa bertemu. Seharusnya pagi itu kesempatan yang baik untuk sekedar meluangkan waktu, berbagi cerita dan tawa bertiga bersama Maya. Sayang Ruli yang sudah terlalu capek dengan rentetan acara luar kotanya saat itu memilih untuk langsung istirahat di rumah dinas orang tuanya. Tapi itu tak mengurangi keseruan saya bersama Maya.

Maya masih seperti dulu, seperti saat ia dan Winda menemui saya di bandara tahun pertama saya pergi ke Afrika. Masih tak peduli dengan sekitar jika mendapati cerita-cerita lucu yang membuatnya tertawa terbahak-bahak. Begitu pulu kemarin. Saya dan Maya seakan tak peduli dengan bule-bule di sekitar kami, atau siapapun yang ada disana dan terus berbagi lelucon pun cerita-cerita yang tak pernah habis. Kami memutuskan mencari kedai apa saja yang masih buka sambil menunggu waktu check-in. Hanya ada satu kedai yang masih buka. Kami langsung mencari tempat duduk setelah memesan kopi, teh panas dan toast bread. Disana kami kembali berbagi cerita tentang beberapa hal yang mengganjal di pekerjaan kami masing-masing. Rasa roti bakar yang standar sekali tak membuat pertemuan kami terasa hambar karena bagi saya berbagi tawa dengan Maya selalu menyenangkan.

SeeYouAgain19b

Semula kami ingin meminta bantuan orang lain untuk mengambil foto kami berdua, tapi ternyata kenorakan selfie lewat iPhone kadang menyenangkan juga. Coba perhatikan foto diatas, Maya malah sibuk selfie-sukaesih sendiri saat saya ajak selfie bersama, sigh! ;|.

SeeYouAgain18

Ini benar sudah lima minggu saya pergi dari Indonesia? Gila ya, waktu bener-benar berjalan teramat cepat. Till’ we meet again guys ;).

Thank You, 2014

Welcoome2015

Saya bukan orang yang rajin menulis resolusi-resolusi saat tahun harus berganti. Saya juga bukan orang yang menganggap pergantian tahun adalah saat penting untuk me-review apa saja yang berhasil saya raih dan yang belum. Saat seorang sahabat menanyakan apakah saya sudah memikirkan resolusi-resolusi tahun baru, saya hanya bisa tersenyum. Bukan karena saya tak ingin mencatat hal-hal yang ingin saya raih tahun depan di atas kertas, hanya saja, saya ingin berpikir lebih sederhana tapi terarah dan jelas.

Sebagai ganti catatan resolusi-resolusi tahun baru, saya lebih memilih merawat tiga kata ini. Keep dreaming, keep fighting, and keep thanking.

***

Sepertinya saya tak bisa melepas kata mimpi dari blog ini. Sebentar, saya tak ingin anda menganggap kata mimpi yang sering saya sebut di sini sebagai kata cantik yang tak berarti. Bagi saya, mimpi itu kata yang teramat magis. Kata yang selalu membuat saya ingin bergerak. Kata yang membuat saya terus berusaha untuk berpikir positif. Kata yang mampu membungkam kemalasan-kemalasan yang bisa melumpuhkan saya untuk tumbuh.

Saya memiliki kotak mimpi yang masih penuh dan sesak, meski beberapa mimpi-mimpi besar mampu saya wujudkan tahun ini. Selebihnya, saya masih menyiram dengan sabar benih-benih mimpi lama dan memupuk beberapa benih baru. Benih-benih mimpi itulah yang mampu membuat saya berani berimajinasi pada kesempatan-kesempatan besar dalam hidup. Selagi hidup.

Tentu saja saya tidak akan berhenti bermimpi dan membiarkannya hanya sebatas angin. Saya akan terus dan harus selalu bermimpi kemudian bergerak mewujudkannya dengan berjuang. Fighting.

Benar adanya bahwa hidup yang penuh perjuangan adalah hidup yang memiliki makna. Dan saya adalah manusia yang selalu percaya, kerja keras itu salah satu bentuk perjuangan dan satu-satunya cara untuk mewujudkan mimpi-mimpi. Tanpa berjuang, kita hanya akan hidup dalam mimpi.

Tahun ini saya mampu melewati salah satu jalan terjal dan berhasil membuat keputusan besar. Salah satunya adalah momen saat saya harus memilih untuk bertahan di Afrika atau pulang ke Indonesia. Saat senior-kakak-sahabat saya di sini, mas Andhi memutuskan pulang sementara ke Indonesia, saya seperti dihadapkan pada dua jalan terjal (saya sempat curhat galau di sini, jauh hari sebelum mas Andhi memutuskan untuk rehat :|). Sementara ini saya harus melaksanakan beberapa tugas yang dulu ia kerjakan. No, saya tidak menggantikan posisinya sebagai Art Director di perusahaan tempat kami bekerja, saya hanya bertugas melanjutkan beberapa tanggung jawabnya. Tekanan, tantangan dan rintangan yang harus saya hadapi dua-tiga kali lipat besarnya. Pun masalah-masalah di pekerjaan yang sepertinya tak berujung, benar-benar membuat saya takut. Bahkan untuk sekedar mencoba.

Tapi pada akhirnya, saya patut berterima kasih pada diri saya sendiri karena masih bediri tegak hingga detik ini. Itu karena saya berani, berani mencoba mengambil tanggung jawab yang mengajarkan saya untuk lebih berjuang lagi. Saya justru harus berterima kasih pada tekanan, rintangan dan tantangan-tantangan yang tadinya menakutkan itu karena mereka benar-benar merubah saya menjadi pribadi yang lebih kuat. Saya akan selalu belajar bahwa salah satu hal terpenting dari berjuang adalah berani mencoba. Tak penting untuk tahu apakah kita akan berhasil atau tidak, coba saja dulu karena mencoba adalah titik awal sebuah perjuangan.

Benar kata orang, lahir miskin itu bukan salah kita. Mati miskin itu perkara lain. Agar kita tak mati miskin, satu-satunya cara hanya dengan bekerja keras. Bekerja yang ikhlas, straight forward, dan terus berikhitiar. Berjuang saja and trust me, hanya orang-orang yang berjuang dan bekerja keras lah yang mampu merubah hidupnya menjadi lebih baik.

Yang terakhir dan tak kalah penting adalah selalu bersyukur dan berterima kasih pada Sang pemberi kehidupan. Tanpa berkat-Nya, tentu kita bukan apa-apa. Saya bersyukur pada kenyataan bahwa tahun ini beberapa mimpi sudah terwujud, saya bersyukur masih memiliki manusia-manusia baik yang diberkahi kesehatan dan hidup yang lapang. Saya bersyukur karena Tuhan telah memberi jalan baik agar saya tetap berjuang. Saya bersyukur karena Tuhan memberkahi perjuangan ini dengan tekanan, tantangan, dan rintangan. Itu tandanya, Tuhan memberkahi saya dengan kesempatan untuk berkembang dalam hidup. God, I can’t say anything again but thank you. Huge thank you. You’ve been blessed me with a fantastic year, I’ll keep my big dreams on track but well, I’ll need You to make them real. Some for next year maybe, no? :)).

***

I know this sounds cheesy, but I’ll say it to you guys. Tons of thanks bagi siapapun yang sering berkunjung atau hanya sekedar mampir ke blog ini. Jangan bosan mampir yes! :P. Semoga tahun depan, banyak mimpi dan kesempatan-kesempatan besar yang bisa saya bagi di sini. Well, happy new year in advance!. Keep dreaming, keep fighting and keep thanking!. Tetaplah bermimpi, berjuang dan bersyukur :).

Lagos, 1 ; 08 am.

P.S. Saya iseng membaca kembali postingan ini, haha, rasanya perlahan blog ini terus berkembang. I’ll keep the contents more thoughtful and deliberate guys! I will :). Have a fantastic last day in 2014!

A Thing Called Opportunity

LoveForMyParents

Saya sempat memiliki kekhawatiran kecil jika saja tulisan ini nampak seperti wujud kecil dari riya’. Tapi sungguh, saya telah meyakinkan hati untuk membagi ini agar kita percaya, bahwasanya ada banyak kesempatan dalam hidup untuk berbahagia pun membahagiakan.

***

Saya belajar selagi tumbuh. Bahwa ternyata dalam hidup, kita tidak bisa mendapatkan banyak hal besar secara bersamaan. Ada yang namanya prioritas. Ada pilihan-pilihan akan suatu hal besar yang patut untuk diwujudkan lebih dulu. Jika saja anda pernah membaca sepotong kisah akan keinginan saya memiliki kamera profesional, yang hingga saat ini belum bisa saya wujudkan, itu karena saya memilih untuk mewujudkan satu mimpi besar yang lebih bermakna.

Impian besar itu telah lama ada di antara impian-impian besar lainnya yang saya pupuk tiga tahun lalu sebelum hijrah ke Afrika. Memutuskan untuk memulai hidup di tanah asing berkilo-kilo meter jauhnya sungguh bukan keputusan kecil. Keputusan yang membutuhkan tekad besar untuk mau bekerja keras agar impian-impian yang tadi saya pupuk, tumbuh, dan terus tumbuh hingga akhirnya bisa saya banggakan saat mereka terpetik. Dan alhamdulillah, salah satu impian besar itu terpetik tahun ini.

Menghadiahkan Ibu dan Bapak untuk berdiri di depan Ka’bah kemudian berdoa di depannya adalah kebanggaan yang tidak bisa saya pungkiri. Bangga bukan hanya karena saya bisa memberangkatkan mereka berdua, tapi bangga karena impian tiga tahun lalu itu akhirnya terwujud. Bangga karena saya bisa menghadiahkannya selagi mereka ada. Meski hanya sekedar umroh, bukan naik haji, tapi bagi saya rasa bangganya sama besar. 

Saya memiliki logika sederhana, umroh pun haji adalah ibadah. Dan saya pikir dengan sistem haji di Indonesia yang cukup rumit dan lama, umroh bisa menjadi jalan yang lebih ringkas untuk beribadah ke sana. Toh, saya yakin dengan berdoa di depan Ka’bah saat umroh, berdoa agar bisa kembali ke sana dalam rangka haji, Allah pasti akan mengabulkan suatu hari nanti (amin). Sesederhana itu. Dan lagi, bagi saya, yang terpenting adalah bisa mewujudkannya selagi mereka ada.

Setiap kali melihat foto Ibu dan Bapak saat Di sana, saya selalu merasakan goosebump. Saya belum mampu membayangkan bagaimana magisnya suara adzan di Masjidil Haram dan bagaimana hati ini akan tersentuh pada megahnya Ka’bah. Pada gema super indah nan tentram akan puja-puji pada Sang Khalik saat semua muslim, dari suku, bangsa, dan latar belakang yang berbeda bersatu di sana, bersenandung menyebut nama-Nya. Setiap kali mendengarkan cerita Ibu pada indahnya Ka’bah, cerita yang sering beliau ulang, saya tak bisa menyembunyikan secuil senyum di wajah saya. Senyum yang ada karena pada akhirnya beliau berkesempatan merasakan mimpi di kehidupan nyata. Berdua, bersama Bapak.

Saya pun masih ingat betul pada suatu malam selepas maghrib, duduk bersila dengan perasaan yang luar biasa abstrak untuk memutuskan apakah saya harus pergi atau tidak. Perasaan abstrak itu campuran rasa bahagia akan kesempatan besar di depan mata dan rasa sedih meninggalkan orang-orang tercinta. Perasaan abstrak yang berakhir pada keputusan besar untuk pindah ke Afrika. Tak ada yang tahu betapa seringnya saya menangis tengah malam di hari-hari pertama saya di sini. Berusaha menangkis perasaan-perasaan bingung pada apa yang akan saya capai dan pada usaha untuk bertahan. Tapi sekarang, saya mulai tersenyum pada banyak kenyataan bahwa impian-impian tiga tahun lalu itu bisa terwujud satu-persatu. Dan tangisan-tangisan tengah malam itu mengajarkan saya untuk percaya satu hal, bahwa hal besar yang kerap kita impikan, bisa terwujud di waktu yang tepat hanya dengan kemauan dan kerja keras. Mungkin saya akan menulis mimpi besar lainnya, bisa beribadah ke sana bertiga bersama Ibu dan Bapak, selagi mereka ada (amin :)).

***

Saat anda lelah dengan problematika hidup yang kadang amat rumit dan tak adang ujungnya, coba sejenak hargai pencapaian-pencapaian kecil pun besar yang pernah anda capai. Mungkin saja, ada sekelumit syukur yang terlewatkan. Bersyukurlah karena kita masih bekerja, bersyukurlah karena masih memiliki kedua orang tua yang masih sehat hingga bisa mendengarkan gelar tawa mereka, bersyukurlah karena Tuhan Maha Baik. Ada banyak cara menunjukkan bakti pada kedua orang tua kita dari hal sesederhana doa, agar Tuhan senantiasa menjaga mereka dan mengampuni dosa-dosa mereka. Sebagaimana Ibu dan Bapak kita yang senantiasa mendoakan kita diam-diam di setiap malam mereka terjaga :).

See Ya!

Last night I went out from my living room to the balcony, just ten minutes before I laid on my bed. I looked at how the beautiful of silence met with the romance of after-the-rain. It was 1.45 am and it was so silent, everybody had slept and I stared to the shady early morning sky plus the moon. I enjoyed every second of the vibe and I whispered to God, “I couldn’t even imagine myself could stand tall in this country for three years now”.

I took a deep breath for seconds and smiled to the sky. I thanked to God for every single thing I have passed for past three years and hope He’ll guide me more for years ahead. Then, I went back inside with a sincere hearted that tomorrow, God will bless me for everything better.

I'll-See-You

I’m leaving for Indonesia this noon, I couldn’t imagine how will my Mom scream when she finds her last child is home :) (above is an impromptu iPhone shot fifteen minutes ago :)).

11 : 45 am – Murtala Muhammed International Airport to Hamad International Airport. 

Counting Down

LetsCountingDown

Oh well, I can’t control myself to count down to see you dear, Indonesia. I know I still have weeks until I sit down happily in the airport lounge. And wondering those clouds, sunset from above, when I have to tuck myself with the blanket for first nine hours until I say hi to Qatar, and I wonder for your beauty while I cross countries between Middle East and South East Asia from above, for another ten hours.

Until I step down my feet on you, Indonesia :)

Aw +1

Oh well, +1 finally came. This is a simply way how I appreciate myself by grabbing some new things I needed today. The first one was the only one I needed (after ‘I-dunno-where’ my wallet disappeared two months ago! well, I have a new Fossil, lol!). I grabbed a new cup for my props collection, I bought cakes for myself and colleagues in the office (just a little celebration tomorrow, tho), I wanted to have mini candles when I need silence in my room (reading a book in candle light sounds good!), and the last thing, fruits and almond (I’m going to have a fruitful Monday breakfast!).

PlusOne1

PlusOne2

PlusOne3

PlusOne4

PlusOne5

PlusOne6

Plus one means nothing but I wish for all shimmering opportunities for my future :)). And I know, I need to thank more to God, for His blesses for me until today!

P.S. Thank you so much for you guys whom dropped sweet wishes in the air, I do appreciate for everything. Thankios! 

Just Take A Little Deep Breath

Recently, I’m having so many things to be done for next week event, an international event. I just came back from the capital city last night after three quite rough days with so many deadlines. Those deadlines woke me up that right now, I’m having a slightly bigger responsibility in the company. It isn’t easy to do brain and physical works in a short time. I found it hard, yet will always try, and try.

I keep telling myself to realise one thing, probably this is my chance to do it well, to do it with a whole heart. And find that someday when I look back, I’ve done a fantastic job. I look at my portfolio that I’ve done it (isn’t it cool? when you can share stories how you work from an event where many head of states from around the world are coming?). Among my responsibilities until next week, I took a little deep breath by enjoying some my fav moment last three days. All taken with an iPhone.

DeepBreath

1. I love the rhythm after rain, in the evening, when the road becomes wet and some street lights give a romantic ambiance, it makes me fall in love, always.

2. An african sunset, so serene. I’ll always find a beauty everytime I see sunset. A different beauty everyday.

3. Again, sunset. So yesterday,the evening sky was quite festive.

Sometimes, when I have a lot of things in my head and it stress me out, I’ll take my headsets and play my fav songs. It helps, music could make everything better (The legend, Bob Marley ever said that “one good thing about music, when it hits you, you feel no pain”). A little rest, and take a little deep breath so that you can breath easy, and catch your spirit of life (again), these songs probably are worth to be on your playlist :

1  |  2  | 3  |  4  |  5

Okay then, I have to concentrate to work hard again (I’m going to work hard again for many dreams, well, sometimes I have no weekend tho :|), hope you guys had a good weekend :)

Hello May! I wish for beautiful things happen in this special month!

Achive

Achive

Saya baru saja melewati hari yang cukup mengesankan. Pertama, sahabat saya resmi meninggalkan benua ini. Saya tidak akan menulis tentang perasaan sedih selama perjalanan ke bandara, atau, sekedar membuka pintu kamarnya (lagi). Baru saja, hal-hal kecil sudah mulai terlintas kembali mengingatkan padanya. Mug hitam yang selalu ia pakai untuk menyeduh coklat panas untuk sarapan, atau temaram lampu kamarnya tempat kami biasa berbagi cerita. Ia sudah terbang, entah berada di atas negara mana ia sekarang. Saya berdoa ia selamat sampai di Indonesia. Saya sudah memliki kerangka tulisan tentangnya, hanya saja, saya perlu waktu untuk mengumpulkan ingatan-ingatan, pun foto-foto yang berhasil saya kumpulkan.

Kedua, hari ini saya mulai menantang diri untuk bisa lebih bertanggung jawab dengan pekerjaan. Tanggung jawab saya akan lebih besar tanpa sahabat saya itu. Mau tak mau, ini perkara kemauan. Kemauan untuk berjuang lebih keras. Di postingan ini saya akan melihat sedikit lebih ke belakang. Memahami arti bersyukur dan kerja keras. Ada satu hal yang mampu menghapus perasaan lelah yang memuncak. Satu hal itu bisa jadi rasa syukur akan perubahan hidup sedikit demi sedikit. Apa yang dulu belum bisa dimiliki, sekarang sudah dimiliki.

Ijinkan saya mengenang laptop pertama yang saya miliki.

Jika mengingat kembali delapan tahun lalu, saat saya menempuh pendidikan di Desain Produk, ada satu hal yang membuat perasaan saya gusar. Pasalnya, semester ketiga, saya sudah harus berkenalan dengan tugas-tugas yang membutuhkan komputer. Kegusaran semakin menjadi karena saya tidak yakin bisa memilikinya. Bagi seorang mahasiswa desain yang berasal dari keluarga pas-pasan, sebuah perangkat komputer seharga empat-lima jutaan bukan hanya mahal, tapi sangat mahal.

Sebenarnya, komputer sewaan di warnet bisa menjadi alternatif. Koneksi internet yang saya butuhkan dulu, sudah menyatu dengan software-software dasar. Hanya saja, saya tak menemukan software desain, yang kemudian berhasil menjadi alasan logis sebagai bahan mengemis sebuah komputer. Adalah Ibu dan kakak termuda, yang berbaik hati memikirkan nasib kuliah saya. Seperangkat komputer yang mereka dapatkan dengan sistem cicilan, akhirnya membuat saya tersenyum lebar. Bagaimana tidak, angan-angan saya memiliki komputer sendiri menjadi kenyataan. Memiliki komputer di rumah membahagiakan saya meski hanya sekedar mengganti wallpaper di layar, atau mengutak-atik playlist di Winamp. Perlahan, saya meninggalkan warnet meski saya masih rajin datang setiap pukul sembilan pagi di hari minggu karena koneksi internet bulanan yang masih terlalu lambat.

Setahun kemudian, saya kembali gusar saat melihat hampir semua teman di kampus membawa komputer jinjing. Saya hanya bisa menikmati dari jauh sambil membayangkan bagaimana rasanya mengerjakan tugas kuliah di atas kasur, di perpustakaan, di restoran cepat saji, atau bahkan sambil makan di meja makan. Memiliki komputer jinjing bukan impian saya. Selain tak tega mengemis lagi, saya memaksa diri saya untuk menutup mata pada mimpi-mimpi kecil semacam itu. Saat tugas-tugas kuliah mulai beragam, dan mobilitas diperlukan, saya tak punya pilihan lain selain membunuh rasa malu untuk meminjam komputer jinjing pada teman. Beruntungnya, selalu ada tempat di kos teman-teman baik untuk saya.

Ingatan saya masih kuat pada suatu malam saat Werdha, salah seorang teman baik, rela datang ke kos teman saya yang lain, Arie, sesaat setelah saya mengirim pesan padanya. Pesan bahwa malam itu saya harus menyelesaikan tugas kuliah dengan deadline yang terus memendek. Tak ada pilihan lain selain harus tetap tinggal di kos Arie dan menyelesaikannya. Malam itu saya sangat butuh pinjaman sebuah komputer jinjing. Kebetulan, milik Werdha sedang tidak dipakai. Malam itu saya belajar, masih ada seorang teman sebaik Werdha yang memberi pertolongan tulus hingga rela menembus hujan. Mungkin saja kenangan itu terdengar biasa, namun bagi saya, selalu ada nilai-nilai penting yang tak bisa disepelekan begitu saja. Werdha, bagaimana kabarmu sekarang?, tetaplah menjadi orang baik Wer :)

Saya mungkin terlambat, baru memiliki komputer jinjing hampir dua tahun setelah saya lulus kuliah. Tapi ada satu hal yang harus saya syukuri, saya membeli komputer jinjing pertama dengan hasil keringat sendiri. Satu hal lagi, ia sebuah MacBook. Sebuah merk yang mungkin dulu hanya sebuah mimpi untuk saya miliki. Saya tak bermaksud jemawa disini, don’t get me wrong. Saya hanya sedikit membanggakan diri sendiri dengan sebuah syukur dan rasa percaya. Bahwa, dengan kerja keras, mimpi yang bahkan dulu tak pernah terlintas bisa menjadi nyata.

Macbook mungkin contoh kecil sebuah mimpi. Saya masih memiliki banyak mimpi. Saya yakin anda juga. Semua mimpi itu hanya perlu satu kata ; wujudkan. Wujudkan, tentu bukan sebuah kata sederhana. Ia terbentuk dari sebuah kemauan, keteguhan, ketangguhan dan kerja keras. Wujudkan itu ada pada saya. Anda?

2!

Goofydreamer2thBday

Yay! Goofydreamer is two years old! I officially decided 30th March is when this blog was born. I started this blog on March 2012 and had a long vacuum period until I was activated again on August 2012. Time flies. This blog has become my personal room to share stories of mine, food I love, and my indulgence in photography. I will always try to maintain the contents and the quality for years ahead and I’ll keep sharing with you guys!

Tons of thanks for whoever that followed Goofydreamer along, for his readers as well :)) For you guys who have thoughts in food and photography, love to share something with me, I’d like to hear from you! Let’s make friend! :))